Anda tentu pernah berbincang dengan seorang yang berkata lebih? Maksudnya bukan banyak ngomong, tapi yang sering tidak mau dikalahkan tatkala orang lain berbincang dengannya. Atau dengan seorang yang menghargai secara berlebih keunggulan dirinya, famili, shohib-karibnya, atau lainnya tanpa ia akan terlihat lebih rendah. Ia berbicara seakan begitu meyakinkan, lagaknya berapi-api dan mantap dalam mengekspresikan apa yang dituturkannya. Tapi di saat itu, Anda –kalau mau jujur- kadang malah berpikir dua kali; apa benar yang dikatakannya? Jangan-jangan ia hanya menyombongkan diri? Atau memang benar yang diucapkannya? Ia ucapkan itu, karena sangat percaya diri hingga ia meyakinkan setiap orang yang diajaknya ngobrol.
Kadang memang sulit memilah orang yang kita ajak bincang itu ternyata sombong atau tidak? Percaya diri atau bukan? Tapi, tentunya Anda tidak akan memvonis langsung bahwa orang itu sombong, bukan? Meski sombong sendiri jika didefinisikan adalah menghargai diri secara berlebih dan hanya dapat dilihatkan dengan kata-kata ’lebih’nya itu. Ya, sombong hanya terlihat dari kata-kata bukan dari tingkah ahwaliyyah orangnya. Bila dari ahwal tingkahnya, orang itu dikatakan suka pamer bukannya orang sombong.
Sedangkan mengenai percaya diri, sebetulnya sama dengan sombong jika dicirikan? Tapi, dia itu sebenarnya sombong atau percaya diri hanya hatinyalah sendiri yang tahu. Tak ada orang yang tahu apa yang ada dalam batin orang lain. Untuk itu, bila Anda menghadapi orang yang semacam ini, jangan sekali-kali berprasangka buruk (su’udzan). Sebab, semua yang kita prasangkai buruk akan berimbas kembali pada diri kita sendiri. Prasangka buruk atau negative thinking atau su’udzan akan menjadikan hati Anda kian gelap dan kotor. Bila itu tetap anda lakukan, sikap Anda berarti lebih jelek dan hina daripada si sombong. Lalu, bagaimana? Mungkin Anda merasa sumpek, dan membatin ”Orang kok kaya gini?” Sumpek boleh tapi membatinnya itu sudah sama dengan su’udhan.
Cobalah dengarkan saja dia berbicara lebih tapi alihkan perasaan Anda, ’’Mungkin dia percaya diri,” begitu saja. Atau kalau memang perasaan kita ingin tambah fresh, tetaplah positif thinking atau berprasangka baik (husnudzan), dengan cara apa yang diucapnya itu, yang ia ’lebih-lebihkan’ itu (baik yang Anda suka atau tidak), sangkalah ia seperti yang dicontohkan al Quran surat adh Dhuhaa ayat 11, ”Dan dari nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. Maksudnya sangkalah ia sedang membicarakan nikmat Tuhan yang diberikan padanya. Dengan selalu kita berprasangka baik (husnudzan), semoga kita mendapat pahala baik, sebagaimana yang kita sangka baik itu. Amin, amin, amin ya rabal’alamin.
(* klik juga di sini...)
(* klik juga di sini...)
0 comments:
Post a Comment