Showing posts with label sajak. Show all posts
Showing posts with label sajak. Show all posts

beberapa waktu yang telah kosong


mereka telah berseru meninggalkan waktu
dan kalian membatu

dan seketika itu kalian merasakan ragu
seperti benalu ; hidup ini menempel?

lalu mereka bercerita akan angin
juga angan yang kalian rasakan

sementara itu, aku, mereka dan kalian semua
senantiasa ada dalam ruang
dengan beberapa waktu yang telah ksong

kalau boleh kusebut rindu



tetaplah menunggu jenuh supaya kau tak mengeluh dan aku tau kau terganggu tapi seperti menunggu di kebiasaan waktu dan kalau boleh, ini kusebut rindu. 

Ya, rindu tentang ruang dalam bentang jarak juga tempuh dan terkadang keluh yang gaduh merayu sepi untuk tak merasa bosan. 

 Dan kalau boleh, ini kusebut rindu..., di sebuah kata atau semacam sesuara, seperti tawa riang atau tanya ragu yang menyertai itu. 

Ya, itu yang kusebut rindu tapi mungkin beda dibenak orang-orang yang hilang, seperti aku juga 

atau aku terlalu memaksa untuk kusebut rindu.






ke diri, 04022014


gambar dari

PROVOKATOR

usiklah kami dengan mimpi-mimpi,
juga sesumbar janji yang menali khayali,
tentang masa
tentang rasa
di ruangmu yang menyeru
dan serukan kepada mereka;

bagaimana mereka mampu mereka-reka,
berulang dalam ulah kata
juga sejumlah kalimat;
aspirasi itu pasti dan realisasi menunggu nanti

dan apa kata mereka?
lihatlah,
lihat!
tak ada satupun nampak cemberut
atau malah muka palsu kini lebih asli hiasi jalan gambar
atau mereka semua bertopeng senyum.,

O, dimana aku dapatkan topeng senyum?

Agar aku juga ikut tersenyum
dan tentunya kita tertawa bersama

hahaha
28-01-2014
bejo halumajaro

Sepakat Diam



tidak lagi kami berteriak
dalam terik yang membakar
dan tak ada lagi jalanan yang berjelaga,
tak ada di masing-masing
jiwa yang bercengkrama
merapal ruang
dan kami yang dijarah waktu;
menunggu adalah pasti
dan menanti merupakan anugrah
yang menyejarah.

"trah pancen ngunu
arep kepriye maneh?"


dan karena sendiri
adalah ancaman
di sesiapa diri sepi,
itu kami
yang memintal sunyi
bila kesekian jadi saksi
tapi sangsi meresapi
ini opera komedi,
serial tanpa episode

ke diri 05/08/2012

gambar dari

Angin Kinanah



bagaimana kabarmu, kawan...?
kabari aku tentang udara atau debu yang beradu di peluh lingkar waktumu dan dihitungan ruang yang memenjara, kabari juga aku tentang beda sesuatu di lintang dan bujur yang jujur memetakan jiwa
kabari aku, kawan...!
kabari aku akan sungai yang seperti naga raksasa dan katanya bermata air dari surga...? bukankah begitu, kawan?
kabari aku, kawan...!
kabari aku tentang tanah di bawah laut merah yang hanya sekali di jenguk matahari kala dulu laut dibelah Musa... masihkah aroma dan rasa airnya anyir darah? dan kabari pula aku, kawan! atas limas Giza yang pulas dipelukan abadi badai sahara... dengan penjaga-penjaganya yang setia menjelma singa berkepala manuisa
kabari aku, kawan...!
tentang indahnya gunung penyaksi sepuluh perintah suci,
tentang negeri seribu menara dan seribu kubah di bawah cerah langit qohirah
atau tentang matahari dan rembulan yang selalu bercinta di atas dermaga alexandria,
kabari aku, kawan...!
kabari aku tentang kanal yang tak kenal angin sakal dan tak pernah kesal dalam jejal lalu lalang nahkoda-nahkoda yang dahaga akan daratan.
kabari pula aku, kawan! kabari aku akan makam-makam suci pemuja matahari dan makam orang-orang yang disucikan karena nasyrul ilmi
kabari aku, kawan...!
kabari aku tentang gegemuruh pasukan tartar yang tak pernah sanggup patahkan busur ardhul kinanah
dan kau melesat bagai anak panah...
__________________
Kediri, 25 Desember 2009

bersambung untuk kabarku darimu to : Ahmad Muhakkam El Zein

Julia; jika waktumu tiba


anggaplah mereka batu, atau rumput
atau sesuatu lain yang tak kau anggap
lalu anggaplah mereka teman sendiri
dalam canda riang kebersamaanmu
dalam berbagi ruang juga waktu
dan jika waktumu tiba
kau akan nikmati; mereka
adalah dirimu sendiri!

ke diri, 14/10/2011

flashback : Aku masih ingat, betapa semangat mengobar kuat dalam liku jalanmu, sesaat saat kau ucap penggalan kata di atas (dengan versimu). Seakan tak ada yang merintangi dalam jiwa mudamu. "Semua itu mudah jika kamu mau belajar dan merubah dirimu sendiri," katamu waktu itu. Aku masih ingat celoteh yang hiasi tiap sukadukamu, yang terlihat tanpa beban, tanpa dirasa. "Kau tahu, jika mau mencoba semua akan kau dapati sebab semua itu akan menjadi biasa," lanjutmu. aku masih ingat meski aku tak tahu nama aslimu. Dan aku masih ingat saat Surabaya menyesatkanku dalam lipatan jalan-jalan yang terlipat tak rapi dan gedung-gedung yang mengepung, serta kebisingan tiada henti di sana-sini dan sepertinya itu saat terakhir kau tunjukkan aku jalan yang benar...

Terima kasih, Kawan. Tiada tanda terimakasihku yang lebih dari sekedar doa selamatku kepadamu.
Selamat jalan, Jul. (al Fatihah)

atribute to Julia (http://www.facebook.com/julya.karenhorney)

pelega nyawa

 i

Seandainya sesal bisa mengembalikan semua dan rapal mantra seketika menentramkan duka, kau tentu tak pilih menjadi tua. Ingatlah, kita selalu muda kelana dalam larung samudra kata.

ii

Ah, jangan kau bilang seandainya. bisa saja kekalmu sesal umpama buih lautan dan ombak yang tergulung-gulung itu pecah di karang mimpimu. Aku masih ingat, samudra selalu menertawa dan gemuruhnya menari di hati. seperti angin yang melacur suara, seperti cahaya-cahaya yang berlari, kita hanya menanti ke tepi.

iii

Kau tak tahu. Tahulah apa kita menipu cahaya di mana usia hanya menunggu dan menunggu tabuh yang meruntuhkan langit.

iv

Tapi tentu kau mau. Meski tak ada sedikit pun ruang bagi kita untuk sekedar buang muka dan apa jadinya kalau topeng-topeng di wajah kita berubah menjadi tembok? adalah tembok yang mengepung tatapan kosongmu, mengapungkan pandang dan hanya menerawangkan kata-kata.

v

O, sungguhkah, kita menipu cahaya? paras elok kita di lekuk topeng-topeng kini tampak kosong atau malah rata kayak tembok.

vi

Ya, jika kau mau, berkumurlah dengan cahaya, padanya akan mengalir nafas-nafas segar, 
pelega nyawa!


ke diri, 2010-2011
(Selamat Ulang Tahun, Kawan)

aku menyalak, menyisa desing dan timah panas bersarang dalam kenang

[poesie]


i
dan sepertinya peluru itu melobangi dinding waktu, meninggalkan ruang-ruang yang ikut berlari, berkejaran mengejar entah engkau entah aku

"aku menyalak, menyisa desing dan timah panas bersarang dalam kenang. Kau tentu tahu akan itu?"

begitu juga aku, hanya bisa sedikit sapa; sebab aku seperti peluru melaju belah udara, padanya aku terlempar pelatuk mesiu yang umpama keluarga, begitu katamu, bukan?

ii
... begitulah, kiranya kau tahu tentang keindahan itu tentang sesuatu yang tak terucap dan acapkali kau malah gagap mendekap di sesaat berbagi keberduaan kisah kami. Dulu, di jeda dan sela, kau dan aku bercerita, mengisah apa yang tak biasa dan tak ada kebiasaan itu dariku
(sungguh, sepertinya kau tahu tentang itu...)

dan begitulah, kiranya juga aku harus tahu, diri yang serupa sepi ini dan padanya bunyi jarum jatuh terdengar seperti gelegar petir mencium bumi

Kediri, 012011

about picture

Sekian,.. dari kisahmu yang terbengkalai di mimpi kami

 [ poesie ]

Sekian,.. begitu ucap kau di akhir sebuah kisah yang terujung tanya dan hanya menyisa resah. Engkau tak pernah merasa kecewa, dan bersalah atau kami yang menyimak tersibak dan tersibukkan makna yang dipaksakan hitam. Gelap menyelubung dan dentingan huruf berplantingan di benak, terusung oleh letik jemari yang menari di coretan putih (itu hanya menurutmu, bukan?) Namun, di sini kami menyaksi rasa yang beda, warna yang nggak sama lagi dan cipta yang hambar pada kesekian yang terucap, tercecap lalu lenyap begitu saja. Dan kau berucap, "Antara kebisingan dan kesunyian terletak di kesendirian. Ketika burung-burung malam beterbangan dan gelap bukan lagi lawan sebab yang hinggap dan ada dalam pengap, hanya imaji yang terhenti" (dan Bukan pada waktunya, bukan?) O,.. apa yang kau tangkap dari kisahmu yang terbengkalai di mimpi kami, dari kata-kata yang berjubal terjejal di ketidakpahamanan kami, begitu pula sudut pandang telah lama tersudut di picing mata dan sepertinya gemerincing koin-koin berjatuhan tergelegar ledakkan hati. Maka bukan lagi kami yang tidak percaya dan bukan pula kata-kata yang terjerat makna. Mereka yang mimpinya telah dicuri, mungkin akan lebih banyak bersaksi dan kami hanya sanksi...

2010



gambar dari

SUNGGUH SANGAT BAHAGIA MENDENGAR KATA CINTA ITU TERUCAP DARI BIBIRMU, SAJAK...






seseorang yang pergi
umpama pengembara yang lupa
dimana mata arah,
dan ke mana langkah-langkah,
lalu ia lupa akan
angin yang melacur
laju lintang-bujur mimpi

tetapi kata-kata yang menyertainya
dengan huruf berjajar rapi di shof-shof
memadu rakaat memandu hasrat
khusuk menusuk
lalu selalu dalam runduk atau sujud
ia, aku atau engkau yang merasa kehilangan...
ah, berkali-kali
sungguh kenyataan menyudutkan,
dan di tepian seribu tanyaku
ada pada sebuah jawabmu;
kesejatian bukankahsejauh mata memandangatau bukansedekatkah dirimu dalam kenang

dan karena kerinduan-muadalah luka,maka biarlah harap itumengabarkan kecemasan, 
dimana aku atau engkauadalah ia yang pergi, 
dan seseorang yang pergi, 
sebagaimana ikan di alur riak sungai....

Kediri, 29 08 2010


tikam aku di jantung sunyi




kemeriahan itu pun padam 
dan asap kami bungkam 
mengangkasakan diam 
sebab bebayang kami mengejar 
dan cahaya-cahaya berlari 
saling silang sunsangsarik 
seperti gerimis di sapa angin 
lalu di dinding gerimis itu 
tak ada tangis 


kemeriahan itupun hening 
dan bening yang berlinang 
mengelepar ke tanah 
menjarah hati dan kami 
hanya menapaki 
jejak-jejak usang,
jejemari yang bergetar, 
dan gigilku runtuh 

"O,... kemeriahan itu 
seperti burung terbang" 
begitu kata mereka 
merekam kemeriahan 
nan menikam 

Lirboyo, 17/07/2010

 [ sajak ]

posesif

bila kau tahu mauku
kau takkan mau
namun kau tak mau tahu
... kau yang ku mau

bila aku tahu maumu
aku juga takkan mau
tapi aku tak mau tahu
aku yang kau mau

2008


O, posisi... O, pos isi! Opo sisi?



ada yang tak selesai di antara kami
dan bukan sesuatu yang tertunda,
tentunya. entah peristiwa entah suasana,
yang berdetak di nadi jadi rima
mendendang gendang telinga
dan kata-kata itu mulai menari,
"Engkau adalah musuh
bagi dirimu sendiri?"

ya, kata-kata itu
kini yakinkan kami
untuk tak lagi percayai sejarah.
sebab segala cerita mencerca
segala kisah-kisah berbalik arah
meracuni entah engkau entah kami...

selalu ada yang tak selesai di antara kami
dan apakah kami menjadi sesuatu yang lain?
hingga luka di matamu membara
memanggang pandangmu di dasar tanya,
"Aku lebih bisa melihat telingamu daripada dirimu sendiri?"
O, kata-kata itu kian yakinkan kami.
yakinlah, yakin kini kami tak lagi percayai,
engkau seperti debu yang rindu ke mata kami...

dan selalu ada yang tak pernah selesai di antara kami,
entah dekat entah jauh, kami tak menanti.
kami terus mencari.

sebab akan ada yang tak selesai di antara kami.
dan selalu ada yang tak 'kan selesai...


ke diri, 022010

Senyampang Rindu

[ Puisi ]

di antara dua pintu manusia-manusia selalu mengacu laku
mendera debu-debu waktu dan meregang nyawa di ruang-ruang asa
tapi terkadang manusia-manusia sendiri
malah merapah bertingkah
tak hirau, kala gamang sertai kaki melangkah awal beradu sangkal
dan tak dirasa, seruas tahun demi tahun pergi
lalu umur terbujur di lorong-lorong kata
menuju ke ujung sejarahnya

seketika itu lamanya
seketika dalam ketercentangperangannya
manusia-manusia kian terperangah
saat tapal batas terapal
tinggal gayang bersambut sesal...
sementara nganga pintu keluar di depan mata
manusia-manusia malah bertanya,

”Apakah bertemu dan berpisah adalah rindu?”

_________________________________
2007

Keadilan, Kepada Siapa?


jika aku nggak disuruh memilih antara iya dan tidak, apalah tidak terpilahkan adanya aku?

jika aku nggak harus memilah antara benar dan salah,
apa ada langkah-langkah tak berarah?

dan jika aku tahu baik mana antara pasrah atau latah, 
apakah lelah itu menang dan jengah ini kalah?

atau bukankah jika bukan jika keadilan
atau andai tak andai adanya?
kami harus mengadu,

atau mengaduh?

kepada siapa?

__________________
112009

(a)


mungkin di pintumu,
peminta merasa malu meminta
"bukankah semuanya telah dibagi,"
helahmu dikeluhku --ah, aku jadi
mulai tahu; mungkin...
sebab kau adalah peminta,
dia adalah pencapaian
dan aku hanyalah malu.

tapi mungkin di pintuku,
peminta sudah tak ada lagi
sebab kebosanan itu
berkawan denganku
atau seperti bisikmu,
"bukankah kita tidak sebanding?"
dan berisik ini mengusik
peminta memintal
mimpi.

dan mungkin di pintu-Nya...
atau hanya dipinta-Nya,
kami puas(a)kan
kesombongan

2009
____________________

nb: helah, menghindar dengan cara mereka-reka secara halus



Sisa di Awal Cerita


: Parakan

1.
sogol-sogol masih berdiri menantang langit dan
desiran angin lembah menyembahnya di tegalan persil Sumbing,
dan ia menatap; Sindoro masih angkuh lemparkan senyum.

2.
Kemarin, saat memanggang rigen-an, matahari juga membakar hati kami
sebab seperti latu dan klelet, kami hanya sisa di awal cerita.

3.
neraca di kota kami, juga memiliki satuan tersendiri;
mungkin sisa masa kolonial, saat kakek-kakek kami menanam tebu
tapi juga berasa pahit...

4.
dari tubuh kami, mereka menikmati lembaran daun emas
tapi mengapa keringat kami tak lagi bening
malah kian memerah akhir senja...

2009

_______________________________________
nb:
Parakan: sebuah kota kecil di kaki Gunung Sindoro-Sumbing
sogol: batang pohon tembakau
Persil: ladang kontral di lereng Sindoro-Sumbing
Rigen-an: tempat untuk mengeringkan rajangan/ irisan daun tembakau
Latu: sisa pembakaran rokok berbentuk abu
klelet: nikotin, sisa dari asap rokok





pergumulan malam

- puisi -

saat-saat
serpihan angin terhenti
dalam
serbuk-serbuk mimpi
bebintang tak lagi indah
kerna
yang bersemayam pada malam
yang menidurkanmu
dalam kasih,
hanya ingini nuansa

dan kala
mata malam terjaga
dalam
pernik-pernik hati,
kau hanya menabuh sepi...
sebab ia
yang datang pada kisahnya
yang mencari
dalam kesendirian,
di ujung doa;

ya, Allah...

"Apakah aku bagai rangka tak berruh?"



___________________
malam 23 puasa 1430 H

tasbih


dan sayup-sayup dalam riuh ruh abjad bergemuruh,
terbata-bata kau rayapi tubuh yang mengembang
serupa asap meluruh ruang
di huruf-huruf yang bentuki dafnah,
tiara kata di cecap kau dan mulutmu berdesis;
melobangi udara...

dan selaraskah ritme nafas
yang berkejaran di detak nadi dan hentak jemari
atau hanya lingkaran untaian mimpi-mimpi bertasbih

manik-manik itu menanti jemarimu menari...
sembari terus bergeming di bening jiwa,
hening;

subhanallah... subhanallah... subhanallah...

________
02092009

malam 12 Ramadlan 1429