Oleh : Bejo
Halumajaro
"Pertanyaan
saya. Tadi penjelasaanya panjang sekali. Pertanyaan saya, Bapak Ibu semua ini
kan orang pintar-pintar, apalagi urusan listrik dan sudah bertahun-tahun...
apakah tidak dihitung, apakah tidak dikalkulasi bahwa akan ada
kejadian-kejadian sehingga kita tahu sebelumnya. kalau tahu-tahu drop seperti
ini. Artinya pekerjaan-pekerjaan ini tidak dihitung dan dikalkulasi. Dan itu
betul-betul merugikan kita semuanya," Kata Pak Jokowi di tivi breaking
news.
Orang-orang
di Warung Kange, khusuk menyimak berita. Semua memberitakan tentang pemadaman
listrik, baik televisi maupun medsos gaduh tentang itu. Termasuk obrolan
orang-orang desa yang kurang kerjaan dan sukur saja menanggapi peristiwa
“bencana gelap” ini. Hampir 19 jam, di
lokasi terpisah di Jabotabek dan Jawa Barat, terjadi pemadaman yang mana
meng-on-kan-nya berurutan. Tidak
sekalian, nyala semuanya.
"Coba
kalau yang padam luar Jawa. Apa akan seheboh ini?" tiba-tiba nyinyir Makde
Kariba, melempar pertanyaan.
"Nggak
usah, nyinyir. Itu Jokowi, memang sudah tugasnya; menegur bawahan. Kalau
menurutku bukan pencitraan. Lho, ya?" jawab kang jono, yang memang sering
kali membantah ucapan nyinyir Makde Kariba.
"Ini
ada beribu juta komentar-komentar di medsos, ada yang menghujat PLN, ada yang
kasihan PLN dan menyemangati, tujuannya apa kang?" Mas Parno ikut nimbrung
omongan, sembari membaca linimasa dan tagar-tagar witter.
"Belum-belum
tanya tujuan dan sukanya kok mencari tujuan. Nanti kalau sudah dijawab, lalu
dibantah dan kembalinya ke siapa yang salah." Jawab Kang Jono.
"Ya
bukan seperti itu. Yang terpenting itu penyebab atau solusinya bagaimana?"
Lek Ahmad seakan membenarkan ucapan Mas Parno.
"Ya,
kan. Kalau penyebabnya ‘kan sudah jelas dan kalau solusi-nya yang dijelaskan
ibu Sripeni tadi." kata kang jono.
"Itu seperti
dawuh Pak Jokowi tadi, sesegera mungkin melakukan perbaikan-perbaikan,"
tambah kang Jono.
"Itu
jangka pendek Kang. lha, yang jangka panjang apa?" Jawab Makde Kariba yang
membuat 4 orang di warung Kange mengerutkan dahi, seakan membenarkan; benar
juga kata mereka dalam hati masing-masing. Mereka seakan menduga-duga dalam
hati, "Manusia memang selalu merasa kurang ya" dan "Berarti
harus tambah dan tambah lagi kah?"
Suasana
hening sejenak. Sembari ada yang makan gorengan dan ada yang nyruput SoboCoffee
100% robusta, racikan lek Ahmad.
“Jika
masing-masing memang sudah berkesimpulan seperti itu, apa boleh dikata. Taek
lah,” goda lek Ahmad coba memecah keheningan. Sambil menghela nafas, Lek Ahmad
berkata; "Masalah energi emang pelik, sepelik masalah istri,"
“ha ha ha,”
tawa mereka pecah.
“lho emang
iya. Istri adalah sumber energi positif opo negatif yo?, dengan ada istri jadi
jelas arah hidupnya, coba kalau belum beristri,” kata Makde Kariba, sembari
melirik ke arah Mas Parno yang sudah cukup umur namun belum berkeluarga.
“Seperti
juga ada listrik, jadi bisa medsos-an, nonton tivi, dan-lain-lain” timpal kang
Jono.
“ini bukan
jangka pendek atau panjang. Opini digiring bersifat mendesak. Sebab sehari
padam saja, netizen sudah nyinyir rakaruan.” Kata Mas Parno.
“Kemarin tanggal 3 Agustus, aku baca berita
seperti ini, Lek.” Kata Mas Parno lagi dan sesaat kemudian dia menjelaskan
tentang berita itu, seperti ini:
Kebijakan-kebijakan
PLN untuk mendukung target penurunan emisi tersebut antara lain pertama,
dukungan melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT) seperti PLTA/PLTM,
PLT Biomassadan PLTU Gas Buang Industri, B30, B100 dan PLB serta PLTS Atap.
Kedua,
penggunaan teknologi rendah karbon seperti pembangkit USD, Fuelswitching
(pengalihan BBM ke Gas pada PLTG/GU/MG dan penggunaancampuran biofuel pada
PLTD), serta upaya efisiensi pembangkit (CCGT,COgen, Classs H Gas Turbine).
Ketiga, mempromosikan penggunaan energy storage seperti batteray, pumpstorage
dan powerbank.
Keempat,
mengubah kebiasaan penggunaan energi dari pembakaran individual ke jaringan
listrik. Misalnya penggunaan mobil listrik, kompor listrik, kereta listrik,
Moda transportasi listrik (MRT) dan LRT. Kelima, mempromosikan penggunaan
peralatan listrik yang efisien.
Dan
keenam, penghijauan dengan target 1.000 pohon untuk setiap unit induk PLN.
Sampai akhir 2018 lalu, tercatat ada 34.974 pohon yang sudah ditanam PLN.
Khusus
untuk PLTU batubara, jelas Warhan, PLN juga menerapkan teknologi rendah karbon
dengan tingkat efisiensi tinggi atau High Efficiency and LowEmmission (HELE),
seperti Clean Coal Technology (Super Critical dan UltraSuper Critical).
Semua
menyimak penjelasan Mas Parno, mengenai kepedulian PLN dalam menangani
penurunan emisi dan lain-lainnya.
“Ini pak
Jokowi juga heran kenapa PLN tak bisa kerja cepat,” timpal makde kariba
membacakan judul berita lain di media online.
“Wah, jadi
semakin terang. Masalahnya adalah memang haruskah padamkan sementara yang agak-agak
lama. Supaya lebih terang kah?” kata makde Kariba.
“kita ini
rakyak kecil, tidak usah membahas negara. Biarlah mereka-meraka yang mendapat
mandat, yang memikirkan-nya. Entah, mau negeri atau swasta yang terpenting
listrik menyala dan biarkan yang kaya semakin kaya asalkan listrik nyala. Massa
bodoh, apa masa bodoh lah!?” jawab lek Ahmad, sambil lalu ke belakang warung.
Sepertinya Lek Ahmad nyuci gelas-gelas pelanggan warung yang silih berganti
berdatangan ke Warung Kange, miliknya.
Pada pembahasan
selanjutnya di warung Kange beralih ke hal-hal keseharian dan rutinitas
orang-orang desa. Tidak ada yang meneruskan obrolan mengenai listrik. Seakan
semua menyetujui dan opini telah terbentuk di masing-masing kepala orang-orang.
Bahwa daya
listrik harus ditambah dan bagaimana caranya yang terdekat dan sudah final
adalah pembuatan lagi Pembangkit Tenaga Listrik; entah Air, Uap, atau pun
energi lain.
“sruuiyypp,”
lamat-lamat terdengar orang menyeruput kopi.
04082019